Sabtu, 23 Februari 2013

Lilin dan Satu Korek Api

Selamat sore yang  berduka karna hari yang di durjanakan,langit kini masih sedikit terang untuk menunjukan bahwa cukup baiklah dibandingkan saat tertidur,yang benar-benar nyata gelapnya

Sambil mendengar lantunan suara lirih,"abul" tak akan bisa mengganti sakit persaan,karna itu mengangkut tentang hati

Aku menulis lagi dengan tinta merah,seperti tak ada yang berbeda urutan kata ku,sangat kaku dan tak lebih baik,kadang merasa bosan dengan tulisan bodoh ini
apa gunanya?
(sambil menghapus ingus ku dengan baju)
air mata tak juga ada,padahal disisi lain masih saja mersa risau dengan pilihan
jejaki beberapa norma paradigma ku sendiri cuma belajar menghidupkan lilin

Beberapa detik sebelum lampu padam,aku tak sempat berfikir
ini nyata,ini realita,ini sungguh ada
***
Berjalan memegang lilin dengan alas cangkir yang bisa ku gunakan
aku rasa ada yang berbeda dari bisanya
angin datang dari depan dan sudah inisiatif ku untuk menghalangi dengan menjaga api lilin ini
kebetulan korek api yang ada pada ku kini hanya bersisa satu saja

Masih saja dalam perjalanan
aku masih bisa mempertahankan api di lilin ini
hadang dan di hadang angin bertiup dari depan
sedikit membukuk berharap tetap bisa menjaga api lilin

Sampai pada saatnya aku harus menyebrangi genangan air dalam
jika ku memutar,hari sangat gelap sementara aku sendiri kecuali lilin
di lorong kabin kapal yang bocor ku coba menerobos
tapi seperti bayanganku,kapal mulai tenggelam bersama aku

Aku mencoba mencapai tepian
ku gerakan kaki ku sebisa mungkin
dada ku basah, hingga lelah mengayuh
leher ku pun tenggelam,mengangkat tangan mencoba agar lilin tak mati

Waktu hampir datang dimana pagi akan berkuasa lagi
bandan ku basah
satu batang korek ku juga basah
lalu apa?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar